SITI HAGARIYAH, S.H. | Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H. | ASORI MOHO, S.H.SITI HAGARIYAH, S.H. | Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H. | ASORI MOHO, S.H.

MEDIA DEMOKRAT, Jawa Barat (08/09/2025) — Kasus hukum yang menyeret Kepala Desa Kaung Hilir, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka, Hj. Yosa Novita (YN), kembali menjadi sorotan publik setelah dugaan pemalsuan buku nikah yang dilaporkan ke Polres Metro Bekasi Kota. Laporan tersebut terdaftar dengan Nomor: STTLP/2203/VII/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA, dan kini terus berproses di jalur hukum. / informasi dikutip dari media online : cinews.id

Dalam perkembangan terbaru, Pengadilan Agama Sumedang secara resmi membatalkan pernikahan antara YN dan seorang pengusaha berinisial ABS, melalui putusan perkara Nomor: 958/Pdt.G/2025/PA.Smdg. Majelis Hakim mengabulkan gugatan yang diajukan oleh TY, istri sah ABS, yang menggugat keabsahan pernikahan tersebut.

Pernikahan yang dibatalkan merujuk pada Akta Nikah Nomor: 274/57/XI/2010 yang dikeluarkan oleh KUA Conggeang, Kabupaten Sumedang. Hakim menyatakan bahwa pernikahan itu tidak sah secara hukum, lantaran dilakukan tanpa izin poligami dari pengadilan agama dan tanpa persetujuan dari istri pertama, sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

“Putusan ini menjadi penegasan hukum bahwa praktik poligami tanpa izin resmi dari pengadilan adalah ilegal dan tidak berkekuatan hukum,” ujar Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA, ASP, ASKC, dari Mahanaim Law & Investigation Office, saat ditemui di kantornya di kawasan Jakarta Barat.

Lebih lanjut, tim kuasa hukum dari Mahanaim yang dikomandoi oleh SITI HAGARIYAH, S.H. dan ASORI MOHO, S.H. menyebut bahwa terdapat pula akta nikah lain bernomor 230/3/1988 yang berasal dari KUA yang sama, namun tidak tercatat secara resmi. Kejanggalan inilah yang kemudian menjadi dasar laporan pidana atas dugaan pemalsuan dokumen berdasarkan Pasal 263 dan/atau 266 KUHP.

Dalam perspektif hukum, praktik poligami hanya sah apabila memenuhi dua syarat utama: adanya izin dari pengadilan agama dan persetujuan dari istri pertama. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 3, 4, 5, dan 9 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta dalam Pasal 56–58 KHI. Tanpa kedua syarat itu, pernikahan dianggap batal demi hukum.

Tak berhenti di situ, nama YN kembali menjadi perhatian setelah bersama seorang pria berinisial YMS, mengajukan permohonan penetapan ahli waris di Pengadilan Agama Kota Bekasi. Dalam permohonan itu, YMS diklaim sebagai anak dari hasil pernikahan YN dan ABS. Namun, fakta bahwa YMS lahir pada tahun 1997—jauh sebelum pernikahan YN dan ABS tahun 2010—menimbulkan dugaan manipulasi hukum untuk memperoleh akses terhadap harta bersama ABS dan TY melalui penggunaan buku nikah palsu dan data ahli waris yang dipertanyakan validitasnya.

Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H, MH. juga telah melaporkan dugaan sumpah palsu dan pemberian keterangan palsu dalam perkara ini, dengan laporan teregister dalam Nomor: LP/B/575/III/2025/SPKT/Satreskrim/Polres Metro Bekasi Kota/Polda Metro Jaya. Laporan tersebut berkaitan langsung dengan Penetapan Ahli Waris Nomor: 0495/Pdt.P/2024/PA Bks, yang disebut-sebut berpotensi melanggar hukum dengan ancaman pidana hingga 7 tahun penjara.

Tim hukum TY, yang terdiri dari Dr. Andry Christian, S.H., M.H. bersama Siti Hagariyah, S.H. dan Asori Moho, S.H. dari Mahanaim Law Firm, terus berjuang untuk menegakkan keadilan dan mengungkap dugaan rekayasa hukum serta upaya penggelapan aset dalam rumah tangga ABS dan TY.

Sebagaimana dikemukakan oleh Guru Besar Hukum Prof. Dr. Suhandi Cahaya, S.H., M.H., MBA, praktik semacam ini kerap disebut sebagai “tebang pesanan” atau “cruelty by order” — yaitu penggunaan instrumen hukum untuk tujuan manipulatif dan menyakitkan pihak yang berhak secara hukum.

/RED

By Redaksi